Friday 8 March 2013

Kisah ulat dan kupu-kupu

  Pada suatu ketika, di sebuah pohon sirsak yang rindang, hidup sejumlah ulat yang masih kecil-kecil. Namun akhirnya tinggal 20 ekor ulat yang sehat dan kuat-kuat. Seekor kupu-kupu yang bersayap indah sering datang menengok mereka.
               “Aku adalah ibumu,” kata kupu-kupu.
               “Benarkah engkau adalah ibuku?” tanya ulat-ulat itu. “Tetapi engkau punya sayap yang indah dan bisa terbang ke mana-mana, sedangkan kami tidak?”
               “Anak-anakku, ketahuilah, kalau bisa terbang memang menyenangkan sekali.”
               “Cepat ajari aku terbang, Ibu!”
               “Tidak mungkin sekarang, anakku.”
               “Tapi Ibu kan sayang pada kami...”
               “Tidak semudah itu, anakku. Apakah kalian mau mengikuti tata caranya?”
               “Mau, mau...” semua ulat itu menjawab serentak.
               “Baiklah,” kata kupu-kupu, “yang pertama, kalian harus berpuasa. Kalian harus ingat bahwa daun sirsak itu terbatas. Kalau kalian makan terus, nanti habis dan pohon sirsak itu akan mati,” kata kupu-kupu.
               “Kalau tidak usah berpuasa tapi makannya sedikit saja, boleh kan, Ibu?” tanya ulat.
               “Tidak boleh, anakku. Kalian harus berpuasa supaya badan kalian jadi ringan dan nanti bisa terbang.”
               “Terus apa lagi yang harus kami lakukan, Ibu? Cepat katakan!”
               “Selama berpuasa kalian harus tahan terhadap godaan. Apa pun yang terjadi, kalian harus tetap berpuasa. Sanggup?”
               “Sanggup, Ibu,”jawab beberapa ulat. Tetapi banyak juga ulat yang tidak menjawab.
               “Bagus! Setelah beberapa hari nanti kalian akan mengeluarkan air liur yang banyak. Maka lilitlah tubuhmu dengan air liur itu. Ingat, kalian harus tahan terhadap godaan, dan terus melilit tubuh kalian sampai terbentuk kepompong yang kuat. Kalian mengerti?”
               “Mengerti, Ibu,” jawab beberapa ulat yang patuh.” Selain itu, apa lagi yang harus kali lakukan?”
               “Tetaplah berada di dalam kepompong itu sampai kalian punya sayap, punya kaki yang baru, punya belalai untuk mengisap madu. Setelah itu kalian boleh keluar dan terbang. Sudah paham semua?”
               “Sudah, Ibu.”
               “Baiklah, sekarang ibu mau terbang dulu mencari madu bunga yang manis sambil menikmati panorama yang indah,”kata kupu-kupu dan langsung berlalu.
               Sepeninggal kupu-kupu, terjadi pertentangan pendapat diantara 20 ulat itu. Ada yang percaya pada kupu-kupu, ada yang tidak. Ada sepuluh ekor ulat yang menolak berpuasa. Mereka tidak percaya agar bisa terbang harus bersusah-susah dulu seperti itu. Harus berpuasa, lalu harus mengurung diri dalam kepompong segala. Alangkah berat ujian itu.
               Namun ada sepuluh ulat lain yang percaya dan mematuhi kupu-kupu tadi. Mereka mencari tempat yang terlindung dan segera memulai berpuasa. Mereka ada yang tenang, ada yang gelisah. Sementara godaan begitu besar. Harus menahan rasa lapar dan haus, ditambah lagi saudara-saudaranya yang menolak berpuasa selalu mengganggunya. Mereka sengaja makan dengan lahap di depan ulat-ulat yang sedang berpuasa. Beberapa ulat yang sedang berpuasa itu kelihatan lesu dan murung. Ulat yang sedang makan, mengejeknya, menggodanya.
               “Kenapa.. lapar ya?”
               “Iya nih, lapar sekali.”
               “Makanya aku bilang tidak usah berpuasa. Baru sehari saja kamu sudah begitu susah. Makanlah segera, agar tidak mati. Aku kakakmu sangat sayang padamu. Aku tidak mau kamu mati gara-gara kelaparan.”
               Kakaknya yang lain sedang berpuasa, menyahut, “Jangan adikku, jangan makan, tetaplah berpuasa. Percayalah apa yang dikatakan Ibu. Kan kamu ingin bisa terbang. Kalau kita tabah pasti akan berhasil. Nanti kita punya sayap, bisa terbang, kita bisa main sama-sama, pergi ketempat yang jauh. Pasti menyenangkan sekali.”
               “Tapi apakah betul nanti kita bisa terbang? Sedangkan sekarang badanku sudah lemas.”
               “Kan kamu sudah lihat sendiri, buktinya Ibu kita bisa terbang. Sudahlah, pokoknya aku pesankan kamu tetap berpuasa. Aku pun akan segera membuat kepompong seperti yang dianjurkan Ibu.”
               Ulat yang bimbang itu pun tergoda. Ia mulai makan lagi. Enam ekor ulat yang semula berpuasa, kini membatalkan diri, tidak tahan terhadap godaan.
               Tinggal empat ekor yang berpuasa. Mereka giat membuat kepompong. Mereka tidak tepengaruh godaan saudara-saudarany yang lain. Setelah kepompong tebal, mereka tidak lagi kelihatan dari luar. Sejak itu saudara-saudaranya yang tak mau berpusa tidak lagi menggodanya, melainkan malah mengejek.
               “Lihatlah, mereka semua sudah terkurung di dalam kepompongnya sendiri. Sebentar lagi mereka akan mati.” Kata seekor ulat yang tubuhnya gemuk dan besar.
               “Betul, mereka sebentar lagi pasti akan mati,” sahut yang lain. Lalu mereka semua tertawa.
               Enam belas ekor ulat yang tidak mau berpuasa itu terus melahap daun sirsak dengan amat rakus. Ulat besar yang sulit bergerak saking gemuk, warnanya hijau kehitam-hitaman, itulah yang disebut ulat keket.
               Pada suatu hari sebuah kepompong mulai bergerak-gerak. Ulat keket pun memperhatikannya. Yang pertama melihat, memanggil yang lain, sehingga beberapa ulat keket berkumpul di sekitar kepompong itu. Tiba-tiba muncul seekor kupu-kupu yang bersayap indah dari dalam kepompong tersebut. Dari dalam kepompong yang lain pun keluar kupu-kupu yang lain. Kupu-kupu terbang, hinggap dari dahan ke dahan, dari daun ke daun, dari pohon ke pohon, dan kembali lagi. Lihatlah, mereka menghampiri bunga yang sedang mekar, mengisap madunya. Mereka begitu bergembira-ria ke sana kemari. Lalu kembali ke pohon sirsak lagi.
               “Apa kabar saudara-saudaraku.” Kata kupu-kupu pada ulat yang tidak mau berpuasa dan mengurung diri di dalam kepompong itu. “Sekarang aku sudah punya sayap, aku bisa terbang, karena aku mau berpuasa dan mengikuti tatacara yang berlaku. Sekarang aku mau terbang mencari madu bunga yang manis sambil melihat-lihat pemandangan alam yang indah. Selamat tinggal.”
               “Tunggu, aku ikut,” kata ulat keket.” Aku juga ingin terbang seperti kalian. Aku juga ingin mengisap madu bunga yang manis. Aku juga ingin melihat pemandangan alam yang indah. Tunggu, jangan tinggalkan aku.”
               Kupu-kupu terbang, tak menghiraukan rintihan ulat keket yang dulu menolak berpuasa dan selalu menghinanya. Ulat keket juga ingin terbang, tapi jatuh, lalu dipatok ayam. Ada yang jatuh, lalu terinjak anak-anak yang sedang bermain. Ada yang jatuh dan tercebur ke got berair, lalu mati tenggelam.
Keberhasilan adalah hak bagi siapapun yang mau berusaha
bersusah-susah dulu. Tetapi juga kita harus ingat bahwa keberhasilan
bukan hak bagi orang-orang susah yang menganggap kesusahannya
bebagai mutlak miliknya. Jadi orang yang akan menikmati keberhasilan
adalah orang yang bercita-cita dan mempunyai tekad yang kuat serta
mau bersusah-susah dulu untuk mencapai keberhasilan tersebut.
               Begitulah, para kupu-kupu berhasil mencapai cita-citanya karena mematuhi hukum Tuhan yang telah menetapkan jalur-jalur proses yang harus ditempuh dan diikuti bagi yang ingin sukses. Ulat keket tumbang dan mengalami kesialan karena hanya berorientasi pada hasil tanpa mau menempuh tanpa mengikuti proses. Hanya mau berpikir tentang hasil tanpa mau berusaha dengan tekun.
               Demikianlah sebuah dongeng yang patut kita jadikan cermin. Keberhasilan adalah hak bagi siapa pun yang mau bersusah-susah dulu. Tetapi juga harus kita ingat bahwa keberhasilan bukan hak bagi orang-orang susah yang menganggap kesusahannya sebagai mutlak miliknya. Jadi orang yang akan menikmati keberhasilan adalah orang yang bercita-cita dan mempunyai tekad yang kuat serta mau bersusah-susah dulu untuk mencapai keberhasilan tersebut.
 
sumber: http://mazwangsit.blogspot.com/2012/08/inspirasi-dahsyat-kiat-merubah-nasib.html

0 comments:

Post a Comment